Ennahda Menangi Pemilu Tunisia

Ennahda Menangi Pemilu Tunisia

\"\"TUNIS– Pemantau asing memastikan bahwa pemilu Tunisia pada Minggu lalu (23/10) telah berlangsung dengan transparan. Hanya pelanggaran kecil yang terjadi selama berlangsung pesta demokrasi pertama di dunia Arab pasca-revolusi awal tahun ini. Partai Islam moderat Ennahda memenangkan suara terbanyak dalam pemilu tersebut. Perhitungan suara awal menguatkan hasil tersebut. Hal ini memicu kekhawatiran negara-negara Barat terhadap kemungkinan penerapan syariat Islam oleh pemerintahan baru di Tunisia nanti. Berdasar hasil perhitungan suara yang diumumkan tadi malam (25/10), Ennahda memenangi empat di antara 10 kursi yang disediakan bagi warga Tunisia yang tinggal di Prancis. Sekitar 1,1 juta pemilih yang tinggal di luar negeri memberikan suara pada Kamis (20/10) hingga Sabtu pekan lalu (22/10). Pemilu kali ini memilih 218 anggota parlemen yang lantas akan menetapkan konstitusi baru dan menunjuk seorang presiden untuk membentuk pemerintahan karteker sambil menunggu pemilu berikutnya. Dari 18 kursi yang tersedia bagi warga Tunisia di luar negeri, 10 di antaranya diperuntukkan bagi mereka yang ada di Prancis. Di negara bekas penjajah Tunisia tersebut, saat ini tinggal lebih dari 500 ribu warga negeri di utara Afrika itu. Para pejabat Komisi Pemilihan Suara (KPU) Tunisia menyatakan bahwa Ennahda memenangi suara terbanyak di dua distrik pemilihan di Prancis. Yakni, 33,7 persen suara di utara Prancis dan 30,23 persen di selatan. Perolehan suara itu dikonversi menjadi empat kursi. Partai nasionalis kiri pimpinan Moncef Marzouki, CPR, memenangi dua kursi yang tersedia untuk warga Tunisia di luar negeri. Lalu, disusul partai sayap kiri sekuler Ettakatol dengan dua kursi, dan partai kiri Democratic Modernists dengan satu kursi. Kandidat independen Hechmi Haamdi, pengusaha kaya yang juga tercatat sebagai pemilik stasiun televisi Al-Mostakilla di London, merebut kursi terakhir setelah memenangi 10,17 persen suara di selatan Prancis. Sebanyak 119.468 warga Tunisia memberikan suara di Prancis selama pemilu lalu. Total sekitar 7,2 juta warga Tunisia, di dalam dan luar negeri, berhak memberikan suara dalam pemilu. Menyusul kemenangan partainya, pemimpin Ennahda di utara Prancis Ameur Larayedh langsung menepis tudingan atau isu bahwa pihaknya mengusung agenda penerapan syariat Islam. “Kami sudah tegaskan sebelumnya dan saat pemilu lalu, kami akan bekerja sama dengan semua pihak maupun seluruh kekuatan politik. Hal itu berulang-ulang kami sampaikan,’’ tegas Larayedh. ’’Kami berupaya terus menjamin kepada seluruh publik soal kebebasan individu. Termasuk kebebasan berpendapat, berekspresi, maupun berorganisasi,’’ lanjutnya. Sebelumnya, berdasar hasil perhitungan sementara, KPU Tunisia menyebut bahwa Ennahda memenangi separo dari 18 kursi yang tersedia bagi warga negara itu di luar negeri. Terdapat enam distrik pemilihan di luar negeri kali ini. Yakni, dua di Prancis, satu di Italia, satu di Jerman, satu di AS, serta satu di negara-negara Arab. Sukses Ennahda bisa mengangkat popularitas partai Islam di utara Afrika dan Timur Tengah. Meski Ennahda menyatakan konsisten dengan pendekatan syariat Islam, mereka menegaskan tetap akan mengikuti tradisi progresif Tunisia, khususnya pengakuan kesamaan hak perempuan. Sejumlah petinggi Ennahda meramalkan mendapat 30 persen dari 217 kursi parlemen. Yang lainnya memprediksi perolehan suara Ennahda mencapai 50 persen. Pemantau internasional menyambut baik pemilu Tunisia dan menyatakan telah berjalan secara adil serta transparan. Mereka juga mengingatkan agar partai-partai yang masuk dalam pemerintahan baru nanti dapat bekerja sama dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Hasil perhitungan suara di sejumlah tempat pemungutan suara lokal menunjukkan dominasi Ennahda. Dominasi itu terlihat hampir di seluruh daerah pemilihan. ’’Ennahda telah menempati peringkat pertama pada tingkat nasional dan sejumlah daerah pemilihan,’’ ujar Abdel Hamid Jelassi, manajer kampanye Ennahda, dalam jumpa pers di Kota Tunis kemarin. Selama setengah abad sejak merdeka dari Prancis pada 1956, Tunisia mempraktikkan negara satu partai hingga Revolusi Melati melengserkan pemerintahan Presiden Zine El Abidine Ben Ali pada 14 Januari lalu. Setelah sembilan bulan pasca-revolusi, pemilu pun digelar di negera tersebut. KPU menyatakan tingkat partisipasi pemilih mencapai 60 persen lebih. (AP/AFP/cak/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: